SEARCH AT GOOGLE

Custom Search

Jumat, 15 Agustus 2008

avatar

lagi BT neh......
bangun tidur gak da teman di kost, ya udah terpaksa nonton tv, eh di Global ada iklan seri terbaru avatar so tak tungguin eh gak taunya gak nongol-nongol so browsing lagi dech..., di search di google and ketemu situs www.avatarchapter.net eh lagi mo di download tau-tau gak bisa terpaksa dech cuman nonton online, emang gak enak tinggal dinegara batu apa aja dilarang dan dibatasi ini khan cuman kartun, bukan bokep yang jelas-jelas kalo ditonton dosa
so ........... we must say Fuck to our goverment
ada yang setuju ma aku?

Selanjutnya »»

Selasa, 12 Agustus 2008

PENANGGULANGAN MASALAH GIZI BURUK

I. Latar belakang masalah

1. Terjadi ledakan kasus gizi buruk di beberapa daerah (NTB, NTT, Lampung, Banten)
2. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk tinggi dan selama beberapa tahun terakhir penurunannya sangat lambat
3. Penyebab kejadian gizi buruk :
a. Kemiskinan
b. Karena pola asuh yang tidak baik
c. Adanya penyakit kronis
4. Kejadian gizi buruk tidak terjadi secara akut tetapi ditandai dengan kenaikan berat badan anak yang tidak cukup selama beberapa bulan sebelumnya yang bisa diukur dengan melakukan penimbangan secara bulanan
5. Sebagian besar kasus gizi kurang dan gizi buruk dengan tatalaksana gizi buruk dapat dipulihkan di Puskesmas/RS

II. Tujuan
Umum : menurunkan angka gizi buruk dari 8,5% menjadi 5% pada akhir 2009 (target RPJM 2005-2009)
Khusus :
1. Meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan bulanan balita di posyandu
2. Meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana kasus gizi buruk di puskesmas/RS dan rumah tangga
3. Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada balita kurang gizi dari keluarga miskin
4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan asuhan gizi kepada anak (ASI/MP-ASI)
5. Memberikan suplementasi gizi (kapsul Vit.A) kepada semua balita


PENANGGULANGAN MASALAH GIZI BURUK

I. Latar belakang masalah

1. Terjadi ledakan kasus gizi buruk di beberapa daerah (NTB, NTT, Lampung, Banten)
2. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk tinggi dan selama beberapa tahun terakhir penurunannya sangat lambat
3. Penyebab kejadian gizi buruk :
a. Kemiskinan
b. Karena pola asuh yang tidak baik
c. Adanya penyakit kronis
4. Kejadian gizi buruk tidak terjadi secara akut tetapi ditandai dengan kenaikan berat badan anak yang tidak cukup selama beberapa bulan sebelumnya yang bisa diukur dengan melakukan penimbangan secara bulanan
5. Sebagian besar kasus gizi kurang dan gizi buruk dengan tatalaksana gizi buruk dapat dipulihkan di Puskesmas/RS

II. Tujuan
Umum : menurunkan angka gizi buruk dari 8,5% menjadi 5% pada akhir 2009 (target RPJM 2005-2009)
Khusus :
1. Meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan bulanan balita di posyandu
2. Meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana kasus gizi buruk di puskesmas/RS dan rumah tangga
3. Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada balita kurang gizi dari keluarga miskin
4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan asuhan gizi kepada anak (ASI/MP-ASI)
5. Memberikan suplementasi gizi (kapsul Vit.A) kepada semua balita

III. Strategi
1. Revitalisasi posyandu untuk mendukung pemantauan pertumbuhan
2. Melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan kelompok potensial lainnya.
3. Meningkatkan cakupan dan kualitas melalui peningkatan keterampilan tatalaksana gizi buruk
4. Menyediakan sarana pendukung (sarana dan prasarana)
5. Menyediakan dan melakukan KIE
6. Meningkatkan kewaspadaan dini KLB gizi buruk


IV. Kegiatan
1. Deteksi dini gizi buruk melalui bulan penimbangan balita di posyandu
 Melengkapi kebutuhan sarana di posyandu (dacin, KMS/Buku KIA, RR)
 Orientasi kader
 Menyediakan biaya operasional
 Menyediakan materi KIE
 Menyediakan suplementasi kapsul Vit. A
2. Tatalaksana kasus gizi buruk
 Menyediakan biaya rujukan khusus untuk gizi buruk gakin baik di puskesmas/RS (biaya perawatan dibebankan pada PKPS BBM)
 Kunjungan rumah tindak lanjut setelah perawatan di puskesmas/RS
 Menyediakan paket PMT (modisko, MP-ASI) bagi pasien paska perawatan
 Meningkatkan ketrampilan petugas puskesmas/RS dalam tatalaksana gizi buruk
3. Pencegahan gizi buruk
 Pemberian makanan tambahan pemulihan (MP-ASI) kepada balita gakin yang berat badannya tidak naik atau gizi kurang
 Penyelenggaraan PMT penyuluhan setiap bulan di posyandu
 Konseling kepada ibu-ibu yang anaknya mempunyai gangguan pertumbuhan
4. Surveilen gizi buruk
 Pelaksanaan pemantauan wilayah setempat gizi (PWS-Gizi)
 Pelaksanaan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa gizi buruk
 Pemantauan status gizi (PSG)
5. Advokasi, sosialisasi dan kampanye penanggulangan gizi buruk
 Advokasi kepada pengambil keputusan (DPR, DPRD, pemda, LSM, dunia usaha dan masyarakat)
 Kampanye penanggulangan gizi buruk melalui media efektif

6. Manajemen program:
 Pelatihan petugas
 Bimbingan teknis

Selanjutnya »»

kasus gizi buruk pada anak balita yang meningkat akhir-akhir ini telah membangunkan pemegang kebijakan
untuk melihat lebih jelas bahwa anak balita sebagai sumber daya untuk masa depan ternyata mempunyai
masalah yang sangat besar. Berdasarkan angka human development index (HDI), Indonesia menduduki
peringkat ke 112 di dunia. Tidak tertutup kemungkinan peringkat ini akan bergeser ke posisi lebih rendah
(memburuk) apabila kondisi ini tidak ditangani secara cepat dan tepat.
Gizi Buruk Tidak Terjadi Tiba -tiba.
Kasus gizi buruk yang meningkat dan sangat ramai
dibicarakan sejak ditemukan di NTB, telah
membuka mata kita tentang masalah gizi anak
balita. Kenyataan di lapangan, setelah NTB, hampir
seluruh daerah di Indonesia segera melaporkan
adanya kasus gizi buruk di wilayahnya. Fenomena
ini kemungkinan berkaitan dengan pengalokasian
dana yang digulirkan oleh pemerintah (Pusat) untuk
penanggulangan kasus gizi buruk. Ironis memang.


Kontroversi seputar gizi buruk :
Apakah Ketidakberhasilan Departemen Kesehatan?
kasus gizi buruk pada anak balita yang meningkat akhir-akhir ini telah membangunkan pemegang kebijakan
untuk melihat lebih jelas bahwa anak balita sebagai sumber daya untuk masa depan ternyata mempunyai
masalah yang sangat besar. Berdasarkan angka human development index (HDI), Indonesia menduduki
peringkat ke 112 di dunia. Tidak tertutup kemungkinan peringkat ini akan bergeser ke posisi lebih rendah
(memburuk) apabila kondisi ini tidak ditangani secara cepat dan tepat.
Gizi Buruk Tidak Terjadi Tiba -tiba.
Kasus gizi buruk yang meningkat dan sangat ramai
dibicarakan sejak ditemukan di NTB, telah
membuka mata kita tentang masalah gizi anak
balita. Kenyataan di lapangan, setelah NTB, hampir
seluruh daerah di Indonesia segera melaporkan
adanya kasus gizi buruk di wilayahnya. Fenomena
ini kemungkinan berkaitan dengan pengalokasian
dana yang digulirkan oleh pemerintah (Pusat) untuk
penanggulangan kasus gizi buruk. Ironis memang.
Gizi buruk merupakan kejadian kronis dan bukan
kejadian yang tiba-tiba. Pertanyaan yang timbul
adalah di mana laporan hasil pemantauan status gizi
berada dan ke mana laporan tersebut dikirimkan
selama ini? Secara teknis, mestinya laporan tersebut
berada di Dinas Kesehatan (untuk Daerah) dan
Departemen Kesehatan (untuk Pusat). Secara teknis
pula, lembaga-lembaga tersebut bertanggungjawab
atas kajian data hasil pemantauan yang dilakukan
secara berkala mulai dari tingkat Puskesmas,
dengan Posyandu sebagai ujung tombak sumber
informasi. Demikian pula institusi rumah sakit,
merupakan unit pelayanan yang juga turut
berkontribusi atas tersedianya informasi kasus
tersebut karena berkaitan dengan fungsinya sebagai
pusat rujukan kasus.
Departemen Kesehatan telah menyelenggarakan
suatu pertemuan sosialisasi pencegahan dan
penanggulangan gizi buruk bagi pemegang
kebijakan di Batam 6-8 Oktober 2005 (Regional I)
dan di Yogyakarta 11-13 Oktober 2005 (Regional
II). Pada pertemuan yang dihadiri oleh para Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktur Rumah
Sakit Propinsi se-Indonesia tersebut telah dibahas
Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan
Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009, yang
menginformasikan 70% dari anggaran yang tersedia
akan di fokuskan pada promosi kesehatan (dalam
hal ini upaya promotif dan preventif), sementara
30% sisanya ditujukan untuk pelaksanaan kegiatan
operasional. Diantara agenda kegiatan dalam RAN
tersebut adalah pemberian makanan tambahan
berbasis makanan lokal, dan pelatihan kader.
Peran Posyandu
Lalu, bagaimana peran posyandu sesungguhnya? Jika
kita tanyakan kepada masyarakat tentang siapa yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan posyandu,
maka jawaban yang akan kita peroleh adalah Tenaga
Kesehatan.
Sejak awal, posyandu berperan sebagai pos terdepan
perpanjangan tangan Depkes dalam pemberikan
pelayanan kesehatan. Posyandu tidak membutuhkan
fasilitas dan biaya yang besar, bahkan dapat
dilakukan di rumah penduduk maupun tempat-tempat
pertemuan desa. Ini merupakan suatu modal dasar
yang sangat baik, yang sebaiknya disosialisasikan
kepada khalayak dan digunakan untuk mengubah
persepsi bahwa posyandu itu bukan milik kesehatan
melainkan milik masyarakat.
Kader adalah anggota masyarakat yang diberi
ketrampilan untuk menjalankan posyandu. Untuk
mencapai hasil yang optimal, pengetahuan kader
selalu harus diperbaharui dengan melakukan
penyegaran (refreshing), agar tercipta rasa percaya
diri dalam memberikan pelayanan. Dalam hal ini
peran masyarakat sangat penting, dengan melibatkan
organisasi yang ada termasuk Karang Taruna,
LKMD, dan PKK, dengan pertimbangan mempunyai
jaringan luas, untuk keberhasilan posyandu.
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Gizi
Pangan dan Kesehatan Universitas Hasanuddin,
Makassar, yang berkaitan dengan posyandu
menemukan kegiatan posyandu umumnya hanya
dilakukan oleh 2-3 orang kader. Kader tersebut pada
umumnya adalah ibu rumah tangga dan tidak bekerja.
Tentu saja, pada situasi ekonomi seperti saat ini,
angan-angan agar mereka datang secara sukarela
sangat sulit untuk dipertahankan. Dengan status
otonomi daerah, sudah saatnya pemda setempat
mulai memberikan perhatian pada bidang kesehatan
dengan menyediakan anggaran khusus agar
posyandu dapat berjalan baik.
Data lain berkaitan dengan posyandu pada
penelitian tersebut adalah :
Ø Penyuluhan yang diberikan sekitar 22%,
Ø Balita yang mempunyai Kartu Menuju Sehat
(KMS) 56%,
Ø Ibu balita yang mengerti pembacaan KMS
13%.
Hasil studi tersebut juga menunjukkan sebuah ironi,
yaitu masyarakat datang ke posyandu bila ada
PMT, sesudah itu menganggap tidak perlu datang
menimbang balitanya untuk melihat
pertumbuhannya. Sementara itu, kebanyakan para
pemegang kebijakan selalu mengatakan anak yang
baik pertumbuhannya adalah anak yang naik berat
badannya. Nah, bagaimana bisa diketahui kenaikan
berat badan anak bila mereka tidak datang ke
posyandu, apalagi tidak mengerti arti KMS?
Siapa yang Bertanggungjawab?
Penanganan balita gizi buruk di rumah sakit bukan
merupakan satu-satunya jalan keluar dalam
mencegah dan menangani kejadian gizi buruk ini.
Apakah ada jaminan anak yang sudah keluar dari
perawatan rumah sakit, tidak akan jatuh ke kondisi
gizi buruk lagi? Tentu saja tidak ada jaminan,
kecuali ketersediaan pangan di rumah tangga
cukup, dan pengetahuan orang tua tentang masalah
gizi memadai. Untuk adanya jaminan tersebut
sudah jelas ada sektor non-kesehatan yang
bertanggungjawab.
Sekarang sudah saatnya masalah gizi anak balita ini
ditangani dengan lebih terintegrasi, melibatkan
unsur masyarakat dan organisasi setempat, dengan
meningkatkan kesadaran pentingnya penimbangan
bulanan untuk mendeteksi kemungkinan adanya
gangguan pertumbuhan yang akan menjadi tanda
awal terjadinya masalah gizi. Bila hal ini dapat
dilasanakan dengan baik, maka gangguan
pertumbuhan dapat diatasi lebih dini dan masalah gizi
buruk tidak akan muncul. Harus disadari bahwa anak
balita merupakan calon generasi penerus bangsa,
yang akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa di
masa depan.
Bila kita kaji dari hasil temuan kas us lalu dikaitkan
dengan sebab-akibat timbulnya masalah gizi buruk,
kejadian masalah gizi buruk bukan semata-mata
tanggung jawab Departemen Kesehatan atau Dinas
Kesehatan di daerah. Masalah ini jelas disebabkan
oleh berbagai faktor yang pada akhirnya mengerucut
sehingga si anak tidak mendapat asupan gizi yang
cukup selama kurun waktu yang lama. Mungkin
karena ketiadaan pangan di rumah tangga, yang
apabila dikaji penyebabnya akan sangat banyak dan
tidak berkaitan dengan sektor kesehatan. Atau
mungkin karena kelalaian orangtua dalam
pengasuhan bayi dan anak balita, sehingga asupan
gizi untuk anak tidak terawasi dengan baik, sehingga
timbul masalah gizi buruk.
Oleh karenanya, penanggulangan masalah gizi pada
umumnya dan masalah gizi buruk khususnya,
merupakan tanggung jawab bersama yang melibatkan
banyak sektor yang terkait dengan segi pelayanan
kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya,
maupun pertanian yang menyangkut ketersediaan
pangan di tingkat rumah tangga. Sudah tentu
pemerintah (Pusat maupun Daerah) bertanggung
jawab secara keseluruhan dalam upaya menyiapkan
seluruh sumberdaya yang ada, baik berupa
sumberdaya alam, manusia, maupun biaya yang
dapat menanggulangi masalah tersebut lebih dini.
Pengerahan sumberdaya sektor kesehatan saja, hanya
akan menjadikan upaya penanggulangan masalah
seperti pemadam kebakaran, bukan mempersiapkan
agar tidak terjadi kebakaran. (emanz/gizi.net)
–— –— –— –— –— –—

Selanjutnya »»

Balita Dengan Gizi Buruk di Indonesia 175 Ribu
Senin, 06 Juni 2005 | 19:45 WIB

TEMPO Interaktif, Mataram:Sebanyak 175 ribu balita (bayi usia lima tahun) di Indonesia mengalami gizi buruk (Marasmus Kwashiorkor), dan lima juta balita lainnya mengalami gizi kurang.

”Gizi buruk dialami balita di semua daerah se Indonesia. Bukan hanya di Nusa Tenggara Barat saja,” kata Pejabat Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Rita dalam
rapat penanggulangan gizi buruk di NTB, Senin (6/6).

Ia juga mengemukakan bahwa di NTB, wanita dewasa yang tidak memiliki ijazah atau tidak berpendidikan mencapai 60 persen. Kalau dikaitkan dengan pemeliharaan anak, maka anaknya mempunyai masalah dua kali lipat dari ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi. “Penyuluhan yang diberikan susah dicerna ibu yang tidak berpendidikan,” ucapnya.

Indikasinya, angka penurunan penderita gizi kurang di NTB pada 1989-2003 hanya delapan persen. Dari semula 45 persen, kata Rita, kini masih diatas 35 persen. Sedangkan gizi buruk 10 persen, di atas itu masih ada 25 persen anak gizi kurang yang sangat riskan mengalami gizi buruk apabila tidak ditanggulangi.

Dalam rapat yang dipimpin Sekretaris Daerah NTB, Nanang Samodra terungkap The Habibie Center (THC) akan ikut membantu menanggulangi gizi buruk yang menyebabkan busung lapar di NTB.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Farid A. Muluk bersama Umar Juoro dari THC sudah bertemu pejabat Dinas Kesehatan dan IDI NTB di Mataram, Ahad (5/6) siang.

Proposal yang akan diajukan untuk menanggulangi gizi buruk tersebut direncanakan kebutuhan biayanya mencapai Rp 10 miliar untuk pemberian susu setiap bulan atau Rp 300 per gelas kepada setiap balita di 1.000 desa se NTB.
“Kebutuhan ini berat kalau ditanggulangi daerah," ujar Ketua IDI Nusa Tenggara Barat SDA Soesbandoro kepada Tempo, Senin (6/6). Supriyantho Khafid

Selanjutnya »»

GEMPA DOMPU LUMPUHKAN SEBAGIAN BESAR AKTIVITAS

Dompu, 27/11/2007 (Kominfo – Newsroom) – Gempa berkekuatan 6,7 Skala Richter yang menguncang Dompu pada Senin (26/11) dinihari tak hanya merusak bangunan dan menelan korban jiwa, tetapi juga melumpuhkan aktivitas perekonomian, roda pemerintahan dan sekolah.
Lumpuhnya aktivitas tersebut menurut Bupati Dompu, Syaifurrahman Salman di Dompu, Selasa (27/11) pagi diakibatkan banyaknya bangunan seperti SD, puskesmas dan gedung pemerintahan rusak cukup berat. “Bahkan sebuah jembatan provinsi di wilayah kecamatan Kilo ambruk.”
Selain itu, banyak warga yang tidak berani kembali ke rumahnya mendirikan terop, terpal dan tenda-tenda darurat di pinggir jalan dan depan rumahnya. Sementara tanah lapang digunakan sebagai lahan parkir kendaraan. “Ini mengakibatkan sejumlah ruas jalan total ditutup," ujarnya.
Sementara sebagian besar warga di kecamatan Kilo, Kiwu dan Lasi memutuskan mengungsi ke daerah pegunungan karena khawatir akan kemungkinan terjadinya tsunami. “Untung saja gempa dahsyat ini tidak mengganggu aliran PDAM dan listrik,” kata mereka.
Hingga kini tercatat telah lebih dari 80 kali gempa susulan baik dalam skala kecil maupun besar. Akibatnya, 1.581 rumah rusak dan 535 lainnya sangat parah bahkan hancur total serta puluhan pasien di rumah sakit terpaksa diungsikan karena takut tertimpa reruntuhan bangunan.
Data yang diperoleh dari RSUD Dompu menunjukkan, ratusan warga mengalami luka ringan hingga parah, diantaranya, 43 orang luka ringan, 17 orang luka serius bahkan kritis sehingga harus dirawat inap dan seorang meninggal dunia.
Salah seorang petugas UGD rumah sakit setempat mengungkapkan, hingga kini ada tambahan sekitar 37 orang korban dari kecamatan Kilo di mana 20 orang diantaranya mengalami patah tulang dan kepala retak.
Hingga saat ini, seluruh kalangan mulai dari warga, dinas kesehatan hingga pemerintah setempat masih terus bersiaga terhadap berbagai kemungkinan termasuk gempa susulan.
Sementara itu sebagian warga kota Bima memilih Gunung Ule, Dantraha dan lapangan Merdeka sebagai tempat pengungsian, karena mereka khawatir akan isu akan terjadinya tsunami.
Kepala Kesbanglimas kota Bima, H. Makri Ismail mengatakan, ada dua alasan warga memilih mengungsi, pertama karena ada isu tsunami dan takut rumah mereka ambruk.
Makri sudah berkootdinasi dengan Dinas Sosial untuk membangun tenda darurat agar warga tidak tidur di tempat terbuka dan meminta mereka supaya tidak terprovokasi oleh isu gelombang pasang. (T/de/id/b)

Selanjutnya »»

Kamis, 07/08/2008 12:44 WIB
Gempa Dompu, 147 Rumah Rusak, Termasuk Rumah Camat
Niken Widya Yunita - detikNews

Jakarta - Gempa 3 kali menggoyang wilayah Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Akibat gempa tersebut, ratusan rumah mengalami rusak, termasuk rumah Camat Dompu.

"Rumah Camat Dompu rusak, tapi Pak camatnya nggak apa-apa," ujar Kepala Pusat Pengendalian Krisis (PPK) Departemen Kesehatan (Depkes), Rustam S Pakaya kepada detikcom, Kamis (7/8/2008).

Menurut Pakaya, bangunan yang rusak akibat diguncang gempa pada pukul 05.41 WIB, 06.07 WIB dan 10.46 WIB ini sebanyak 147 rumah. Bangunan tersebut meliputi sekolah, masjid dan rumah penduduk.

Untuk jumlah korban, lanjut Pakaya, belum ada laporan adanya korban jiwa. Korban luka-luka juga belum ada laporan.

Meski demikian, menurut Pakaya, tim kesehatan sudah didatangkan dari Mataram, dan Dompu. "Tim dari Depkes Pusat akan datang namun waktunya belum dipastikan," pungkas Pakaya.

Gempa Dompu pertama terjadi pada pukul 06:07:05 WIB dengan 8.08 LS - 117.60 BT, 5.1 SR, kedalaman 10 Km. Gempa kedua terjadi pada 05:41:01 WIB dengan 8.16 LS - 117.74 BT, 6.6 SR dan kedalaman 10 Km.

Gempa ketiga terjadi pada pukul 10:46:23 WIB terjadi di 34 km Timur Laut Sumbawa 8.26 LS - 117.61 BT, 5.2 SR, dan kedalaman 20 Km.
(nik/anw)

Selanjutnya »»

Lunatic © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO